Kebijakan ini tertuang dalam Peraturan Gubernur Bali No. 5 Tahun 2025 tentang Tata Tertib Wisata Budaya, yang mulai berlaku sejak 1 April lalu. Aturan ini merupakan bagian dari upaya pelestarian budaya Bali sekaligus respons terhadap meningkatnya pelanggaran etika yang dilakukan oleh turis asing dalam beberapa tahun terakhir.
Meta Siap Rilis Llama 4, Teknologi AI Terbaru yang Bakal Saingi ChatGPT
Gubernur Bali, I Wayan Koster, menyampaikan bahwa larangan tersebut bukan bentuk diskriminasi, melainkan penghormatan terhadap nilai kesucian tempat ibadah berdasarkan tradisi Hindu.
“Kami tidak melarang perempuan berwisata ke Bali, tetapi kami mohon pengertian untuk tidak memasuki area pura saat dalam keadaan yang menurut ajaran kami dianggap ceding atau tidak suci secara spiritual,” ujar Koster dalam konferensi pers di Kantor Gubernur Bali.
Selain larangan bagi perempuan yang sedang haid, aturan baru ini juga mencakup larangan berpakaian minim, berperilaku tidak sopan di area suci, serta kewajiban mengenakan kain dan selendang bagi siapa pun yang memasuki pura.
Pemerintah bekerja sama dengan desa adat, pecalang, serta pihak pengelola pariwisata untuk mengawasi implementasi aturan ini. Pelanggaran terhadap tata tertib tersebut dapat dikenakan sanksi mulai dari teguran, denda administratif, hingga deportasi bagi wisatawan mancanegara.
Heboh! Rumor Shin Tae-yong Kembali ke PSSI, Ternyata Hanya April Mop
Kebijakan ini menuai respons beragam dari wisatawan asing dan domestik. Sebagian besar wisatawan menyatakan tidak keberatan selama diberikan informasi yang jelas sebelumnya. Namun ada juga yang menganggap aturan ini sebagai batasan terhadap kebebasan individu.
Pemerintah Provinsi Bali menekankan bahwa mereka tidak mengejar jumlah wisatawan semata, melainkan mewujudkan pariwisata yang berkualitas, beretika, dan berkelanjutan.
Dengan diterapkannya aturan ini, diharapkan para wisatawan dapat menikmati keindahan Bali sambil tetap menghargai adat istiadat dan kearifan lokal masyarakat setempat.****