Terungkap Pesinetron Pria Peras Pacar Sesama Jenis adalah Muhammad Rayyan Alkadrie
“Rojali biasanya kalau saya lihat di anggota F&B, seperti J.Co atau Starbucks, itu sudah biasa. Ada yang beli satu minuman, tapi yang ngumpul bisa lima orang. Sekarang memang perilaku konsumen banyak yang menjadikan tempat seperti ini sebagai lokasi meeting atau nongkrong,” jelas Budihardjo pada Kamis (24/7/2025).
Ia juga menambahkan, setelah berkeliling mal, banyak pengunjung yang akhirnya membeli makanan dan minuman secara daring.
“Kalau yang habis makan di mal enggak beli di situ, dia belinya di online. Makanya sekarang F&B kami juga menjual secara online,” imbuhnya.
Meski begitu, fenomena ini ternyata tidak merugikan industri F&B. Justru, sektor ini mencatatkan peningkatan omzet sekitar 5–10 persen. Budihardjo menilai, walau pengunjung jarang belanja produk non-makanan, mereka tetap akan membeli minuman atau makanan ringan setelah merasa haus atau lapar akibat berkeliling mal.
Lesti Kejora Bersaksi di Sidang MA, Soroti Ketimpangan Perlindungan Hak Pelaku Pertunjukan
“Yang paling diuntungkan dari fenomena rojali ini justru F&B. Karena orang nongkrong, lihat-lihat, kemudian haus dan akhirnya beli minum atau makan. Alhasil, retail F&B naik 5–10 persen. Di kafe pun pasti ada aturan beli minimal, dan kalau minuman habis ya pasti tambah pesanan lagi,” paparnya.
Fenomena rojali pun menjadi perhatian pelaku usaha retail. Namun, bagi sektor makanan dan minuman, tren ini justru membawa dampak positif terhadap penjualan mereka.***