“Pagi ini saja, ada enam wali murid baru yang ikut datang karena merasa anak mereka juga dikeluarkan tanpa alasan jelas. Kami ingin tahu sejauh mana perkembangan LHP Ombudsman dan kapan akan disampaikan kepada orangtua serta gubernur,” kata Hartanto.
LPSK Ungkap Kejanggalan di Makam Arya Daru: Bunga Makam Diganti Orang Tak Dikenal
Para siswa menegaskan bahwa mereka masuk ke SMAN 5 melalui jalur resmi. Proses administrasi mulai dari daftar ulang, membeli seragam, mengikuti Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS), hingga satu bulan aktif belajar telah dijalani. Namun, secara mendadak pihak sekolah menyatakan mereka tidak terdaftar dalam sistem.
“Kami sudah melewati semua tahapan resmi. Tapi setelah sebulan belajar, tiba-tiba dikeluarkan dengan alasan tidak ada nama di daftar. Kami tidak merasa bersalah dan tidak ingin pindah sekolah,” ungkap salah seorang siswi saat pertemuan dengan Ombudsman.
Lebih jauh, para siswa mengaku diperlakukan tidak adil. Mereka dipindahkan dari kelas ke perpustakaan, lalu ke kantin, bahkan dipermalukan di depan siswa lain saat upacara.
“Kami disuruh keluar dari kelas, diawasi terus seperti maling, ditekan guru, sampai dirundung. Kami hanya ingin belajar dengan tenang,” keluh perwakilan siswa.
Tidak hanya siswa, orangtua juga menanggung beban berat. Seorang wali murid menyebut anaknya mengalami tekanan psikologis serius akibat status ‘tidak terdaftar’ tersebut.
“Hasil pemeriksaan psikolog anak saya menunjukkan tingkat kecemasan sudah di ambang batas. Kalau terus berlanjut, bisa berujung depresi. Semua ini terjadi karena pemberhentian sepihak sekolah,” ujarnya dengan nada cemas.
Ahmad Sahroni Kembali Jadi Sorotan, Kini Resmi Dilaporkan ke Polda Jabar
Pihak Ombudsman RI Perwakilan Bengkulu melalui Marfisallyna, anggota Keasiatenan Pemeriksa, memastikan bahwa hasil LHP akan segera keluar.
“Sejak 14 Agustus 2025 kami sudah melakukan analisis, memanggil kepala sekolah, panitia, hingga Dinas Pendidikan. Dalam beberapa hari ke depan, hasil LHP akan kami sampaikan ke gubernur, Dinas Pendidikan, dan juga orangtua siswa,” jelasnya.
Sebelumnya, kasus ini bermula ketika 72 siswa SMAN 5 Bengkulu mendadak diberhentikan dengan alasan tidak tercatat dalam Data Pokok Pendidikan (Dapodik). Sebanyak 42 wali murid melapor ke DPRD Provinsi Bengkulu, sementara 30 siswa lain akhirnya memilih pindah ke sekolah lain yang masih menerima siswa baru. Hingga kini, hanya belasan siswa yang bertahan menuntut hak mereka agar bisa tetap bersekolah di SMAN 5.***