Kuasa hukum CMNP, R. Primaditya Wirasandi, menjelaskan bahwa pihaknya menuntut ganti rugi materiel sebesar sekitar Rp 103 triliun dan kerugian imateriel sekitar Rp 16 triliun, sehingga total mencapai Rp 119 triliun. Ia menegaskan bahwa jumlah tuntutan tersebut dapat terus bertambah sampai seluruh pembayaran dilunasi, termasuk dendanya.
“Gugatan ini diajukan terhadap Hary Tanoesoedibjo sebagai tergugat I, PT MNC Asia Holding Tbk sebagai tergugat II, serta dua pihak lainnya, yaitu Tito Sulistio dan Teddy Kharsadi selaku turut tergugat,” ujar Primaditya usai sidang perdana di PN Jakarta Pusat, Rabu (13/8/2025).
Primaditya mengungkapkan, proses mediasi sebenarnya telah dilakukan, namun tidak membuahkan hasil. Menurutnya, Hary Tanoe tidak dapat memenuhi tuntutan yang diajukan CMNP, sehingga pihaknya menolak tawaran perdamaian.
Sebagai langkah hukum lanjutan, CMNP telah mengajukan permohonan sita jaminan terhadap seluruh aset milik Hary Tanoe dan PT Bhakti Investama (kini PT MNC Asia Holding Tbk) untuk memastikan gugatan tidak berakhir sia-sia.
Aset yang diminta untuk disita meliputi benda bergerak dan tidak bergerak, kepemilikan saham, gedung, kendaraan bermotor, serta berbagai aset lainnya. Namun, berdasarkan perhitungan sementara, nilai aset tersebut diperkirakan masih belum mencukupi untuk menutup total tuntutan ganti rugi.
Menteri ATR/BPN Nusron Wahid Klarifikasi dan Minta Maaf soal Pernyataan Tanah Menganggur Milik Negara
“Saat ini kami juga tengah melakukan inventarisasi tambahan terhadap aset-aset lainnya, mengingat estimasi nilai aset Hary Tanoe hanya sekitar Rp 15,6 triliun dan total aset MNC Group sebesar Rp 18,98 triliun. Angka ini masih jauh dari total gugatan Rp 119 triliun,” kata Primaditya.
Primaditya mengklaim bahwa gugatan senilai Rp 119 triliun ini merupakan tuntutan perdata terbesar yang pernah tercatat dalam sejarah Indonesia. Ia menegaskan pihaknya akan mengawal perkara ini hingga tuntas demi memperoleh keadilan bagi CMNP.