Kerajaan Sriwijaya, Peradaban Maritim Yang Menguasai Selat Malaka
Bubur tersebut disajikan dengan bahan-bahan pilihan yang sederhana namun nikmat, menggambarkan kekayaan budaya kuliner lokal yang dipadukan dengan semangat berbagi. Pembagian bubur ini tidak hanya ditujukan untuk warga sekitar, tetapi juga untuk para jamaah yang datang dari luar daerah untuk beribadah di masjid tersebut.
Hal ini menjadikan tradisi ini sebagai sarana mempererat tali silaturahmi antarwarga dan jamaah dari berbagai tempat. Masyarakat setempat merasa bangga dan terbantu dengan adanya pembagian bubur ini, sementara para pendatang merasa diterima dengan hangat dan merasa seperti di rumah sendiri saat berbuka puasa di Masjid Suro.
“Setiap hari kami menyiapkan 70 piring bubur untuk para jamaah. Bubur ini tidak hanya untuk orang yang tinggal di sekitar masjid, tetapi juga bagi mereka yang datang untuk beribadah. Ini adalah bentuk tradisi yang telah ada sejak lama dan menjadi salah satu cara kami untuk berbagi rezeki selama bulan Ramadan,” ujar salah satu pengurus masjid, yang turut serta dalam kegiatan ini.
Tradisi ini memiliki makna lebih dari sekadar pemberian makanan. Ini adalah wujud rasa kebersamaan dan kepedulian antarwarga, serta merupakan bagian dari amal ibadah di bulan Ramadan. Bagi pengurus dan jamaah.
Makna Cap Go Meh dan Perayaan Meriah di Pulau Kemaro Palembang
Selain itu, tradisi ini juga mencerminkan semangat gotong royong yang menjadi budaya masyarakat setempat. Setiap tahun, semakin banyak warga yang terlibat dalam pembuatan dan pembagian bubur, baik dari kalangan muda maupun tua. Para relawan bekerja sama dengan penuh semangat, mulai dari mempersiapkan bahan-bahan, memasak bubur, hingga membagikan hidangan tersebut kepada jamaah yang sedang menunggu waktu berbuka.
Masjid Suro, dengan tradisi pembagian bubur khas Ramadan ini, tidak hanya menjadi tempat ibadah, tetapi juga menjadi pusat kegiatan sosial yang memperkuat ikatan antarwarga dan jamaah. Tradisi ini telah menjadi bagian dari identitas Masjid Suro, memberikan warna khusus pada suasana Ramadan, dan tetap terjaga hingga saat ini sebagai warisan budaya yang patut dilestarikan.***